Papuasaat itu masih menjadi masalah politik internasional. Sejak 1954, Soekarno sebenarnya sudah membawa masalah Papua Barat ini ke PBB. Soeharto menandatangani kontrak karya baru Freeport dengan Indonesia pada 1969 sebagai balas jasa mendukung Soeharto sebagai presiden Indonesia. Mulai saat itu, cerita dan episode soal Papua Barat dan BERLAYAR dan berlabuh dan berlayar lagi. Meniti buih, menunggang ombak. Itulah kehidupan para pelaut. Berjaya, bukan hanya di daratan, melainkan juga di lautan. Bukan cuma dalam hitungan puluhan tahun, melainkan sudah berabad-abad. Selama itu pula, pelabuhan-pelabuhan kuno Nusantara menjadi ajang pelayaran dan persinggahan antarbangsa dengan segala kepentingan, baik ekonomi maupun budaya, bahkan ketika pelabuhan-pelabuhan kuno itu berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan modern dengan segala kekiniannya. Tetap saja, wilayah laut memegang peranan penting dalam perniagaan dunia. Ribuan pelabuhan di seluruh penjuru negeri ialah tempat menancapkan sauh. Ribuan kilometer alun samudra ialah jalan menjelajah lautan. Menjadikan laut sebagai pemersatu, lautan sebagai jembatan. Bukan pemisah. Sejarah mencatat kemaritiman bangsa Indonesia terjadi sejak masa migrasi bangsa Austronesia hingga masa kegemilangan Majapahit. Semangat bahari menjadi kekuatan yang maha dahsyat. Leluhur Nusantara telah berlayar ke segala lautan dan samudra, mulai hanya mengandalkan bintang-bintang penunjuk arah. Salah satu bukti terkuat yang menggambarkan perahu tradisional Nusantara pada masa Hindu-Buddha ialah relief-relief yang dipahat pada Candi Borobudur. Bentuk-bentuk perahu yang terdapat pada relief candi Borobudur antara lain perahu-perahu besar dengan layar lebar yang dapat memuat barang dagangan sampai ratusan ton dan penumpang sekitar dua ratus orang. Masih ada perahu-perahu kecil tanpa cadik atau yang disebut juga dengan perahu jukung, perahu lesung, perahu bertiang tunggal dengan cadik, perahu bertiang tunggal tanpa cadik, perahu dayung tanpa tiang, serta perahu bertiang ganda dengan cadik. Perkembangan bentuk perahu tradisional Nusantara pada masa ini banyak dipengaruhi dari perahu jung layar lebar dari Tiongkok. Setelah datangnya perahu jung dari Tiongkok, teknologi perahu Nusantara tidak hanya menggunakan cadik, tapi juga menggunakan layar lebar. Dalam satu bagian yang dipamerkan di Museum Bahari. Terdapat keterangan tentang kompas dengan 4, 8, atau 32 penjuru mata angin yang mempunyai kisah yang panjang. Semua bermula dari penemuan biji magnet oleh orang Tiongkok kuno, dan pengembangan kompas di Eropa. Pada awal abad ke-16, diketahui para pelaut Nusantara telah terbiasa menggunakan kompas dan peta. Orang Tiongkok kuno menemukan biji magnet yang diikatkan pada seutas tali. Hasilnya, ia akan selalu menunjukkan arah utara. Pada abad ke-12, para penjelajah Eropa berhasil membuat kompas dengan menggosokkan sebatang jarum pada biji magnet. Penemuan ini memicu perkembangan kompas hingga seperti bentuk modern saat ini. Pelaut Nusantara telah mengenal kompas sejak abad ke-15. Berdasarkan catatan Ludovico di Vathema pada 1506 dalam perjalanannya dari Pulau Kalimantan ke Jawa, ia melihat kompas digunakan nakhoda kapal yang ditumpanginya. Selain kompas, kapal tersebut mempunyai sebuah peta yang penuh dengan garis-garis panjang dan melintang sebagai alat navigasi pelayarannya. Bukti arkeologi Menurut arkeolog Soni Wibisono, kapal menduduki peranan penting dalam sejarah Indonesia. Temuan arkeologis membuktikan budaya penggunaan perahu di Nusantara sudah dikenal sejak masa prasejarah. Bukti-bukti dari adanya penggunaan perahu ini diketahui berdasarkan temuan arkeologis dalam bentuk gambar hiasan di periuk, pahatan atau goresan di batu, lukisan di goa, relief di nekara perunggu. Selain di Kalimantan, daerah-daerah tempat ditemukannya bukti-bukti arkeologi tersebut lebih banyak berasal dari kawasan Indonesia timur, seperti di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Flores, Maluku, Pulau Muna, Pulau Bali, dan Sumbawa. Berbagai macam jenis perahu yang digunakan pada masa prasejarah, antara lain perahu bercadik, perahu sampan, kora-kora dan perahu jukung. “Banyak temuan arkeologi yang membuktikan bahwa bangsa ini punya sejarah panjang dalam bidang maritim,” terang Soni. Pada zaman Majapahit, kapal juga menempati posisi sangat penting. Sebagai sebuah kerajaan besar pada abad 13-15 Masehi, Majaphit menguasai hampir seluruh Nusantara dan beberapa daerah di luar Indonesia serta memiliki perdagangan dan pelayaran yang begitu maju. Majapahit mempunyai kapal jung berbagai macam ukuran mulai dari kecil hingga besar. Besaran itu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perjalanan yang ditempuh. Perjalanan mencari rempah-rempah ke daerah Ambon, Sumbawa, Flores, dan lain-lain. Perahu yang digunakan adalah perahu jung besar dengan bobot ratusan ton. Sedangkan pelayaran dalam wilayah sekitar Pulau Jawa menggunakan perahu jung kecil atau perahu jukung. Begitu pun Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan yang berpusat di Sumatra Selatan itu juga menguasai lautan. Sriwijaya dikenal sebagai negara maritim yang disegani pada abad ke-7 M. Kerajaan Sriwijaya menguasai Selat Malaka. Perahu Sriwijaya memiliki bentuk jung yang memiliki bobot hingga ratusan ton. Bahkan, pembuatan perahu Sriwijaya tidak menggunakan paku besi, tetapi hanya menggunakan pasak kayu. Jenis perahu lain dari masa Kerajaan Sriwijaya ialah perahu lesung, yaitu perahu yang terbuat dari satu balok kayu besar dan panjang yang dilubangi di bagian tengahnya. Jenis-jenis perahu lesung dari masa Kerajaan Sriwijaya ini antara lain perahu lesung yang sangat sederhana, perahu lesung yang dipertinggi dengan cadik, dan perahu lesung yang dipertinggi tanpa cadik. Perahu-perahu ini ada yang dilengkapi dengan tiang tunggal dan ada pula yang dilengkapi dengan tiang ganda. M-2
Perkebunanini, sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, sekitar tahun 1925. Kebun Teh Kayu Aro, Kerinci. Dan sekali lagi, Indonesia patut berbangga karena memiliki Perkebunan Teh Tertinggi ke-2 di Dunia. Di posisi pertama adalah Perkebunan Teh Darjeeling di Himalaya, India, berada di ketinggian 4000 mdpl.
JawabanSejarah Maritim IndonesiaKetika Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, wilayah Indonesia hanya sebatas wilayah Hindia Belanda ditambah dengan Malaka, Borneo Utara, Papua, Timor, dan kepulauan sekelilingnya berdasarkan sidang BPUPKI 11 Juli 1945. Wilayah laut Hindia Belanda yang menghubungkan pulau-pulau di Indonesia hanya hanya selebar 3 mil dari garis pantai. Bayangkan bahwa Laut Jawa, Selat Makassar, Laut Sulawesi, Laut Banda, Laut Arafura, statusnya merupakan perairan internasional. Pada masa ini, wilayah Republik Indonesia mengacu pada Ordonasi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeen en Maritiemw Kringen Ordonantie TZMKO 1939. Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau awal kemerdekaan Indonesia, dirasakan bahwa hukum laut yang berlaku saat itu dapat mengancam keamanan dan kedaulatan NKRI. Hal ini dikarenakan wilayah kepulauan Indonesia terpecah-pecah oleh perairan yang statusnya perairan internasional, dan kapal asing bebas berlayar di area DjuandaMenanggapi situasi tersebut, pada 13 Desember 1957, Perdana Menteri Indonesia, Ir. Djuanda Kartawijaya, mendeklarasikan “Deklarasi Djuanda”. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan Archipelagic State, sehingga perairan antar pulau di kawasan Republik Indonesia pun merupakan wilayah Republik ini menuai pro dan kontra dari berbagai negara di dunia. Beberapa negara yang kontra antara lain Amerika Serikat, Ingris, Australia, Belanda, Perancis, dan Selandia Baru. Sedangkan yang pro antara lain Filipina, Equador, dan 1982Amerika Serikat tetap mempertahankan posisinya yang kontra dan menolak Deklarasi Djuanda hingga tahun 1982. Setelah Indonesia melalui perjuangan panjang, pada tahun 1982, Deklarasi Djuanda akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982. Pada pertemuan itu juga, konsepsi Wawasan Nusantara akhirnya diakui dunia sebagai The Archipelagic Nation UNCLOS 1982, luas laut Indonesia bertambah, dari semula kurang dari 1 juta km2 menjadi 5,8 juta km2. Pemerintah Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No. 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS, untuk mempertegas aturan dari PBB yang menyatakan Indonesia merupakan negara kepulauan. Jokowitelah mendeklarasikan sejak awal masa jabatannya secara internasional mengenai agenda kemaritiman ini. Hal ini dilakukan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 East Asia Summit (EAS) pada 13 November 2014 di Nay Pyi Taw, Myanmar. Pada kesempatan tersebut, presiden menegaskan terkait agenda PembahasanKedatangan Kolonialisme Portugis ke Indonesia awalnya didasari oleh semboyan feitoria, fortaleza, dan igreja yang secara harfiah artinya emas, kejayaan, dan gereja, atau perdagangan, dominasi militer, serta penyebaran agama ini sama ketika bangsa Eropa datang ke Indonesia. Bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa yang pertama kali menjajah bangsa Indonesia. Pada tahun 1511 bangsa Portugis masuk ke Indonesia melalui jalur laut karena Indonesia merupakan negara maritim sebagai poros dunia. Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas daripada wilayah daratannya, menyebabkan Indonesia disebut negara maritim. Tidak hanya itu, Negara Indonesia menjadi poros maritim dunia. Selain itu Indonesia juga akan kaya rempah rempah di Pulau Maluku. Ekspedisi ini di pimpin oleh Albuquerque sang Gubernur Portugis Kedua memimpin ekspedisi ke Malaka dengan membawa 15 Kapal besar dan kecil serta tentara berjumlah 600 orang. Jalur Bangsa Portugis masuk ke Indonesia. Awalnya Bangsa Portugis masuk ke Indonesia melalui jalur laut yang dimulai dari Malaka, lalu ke Aceh, Banten, Jawa, Cirebon, Sunda KelapaSekarang Jakarta, Laut Banda, Flores, Solor dan sampailah ke Maluku. Saat itulah terjadi penjajahan oleh bangsa Portugis, dengan merampas banyak Rempah-rempah dari Indonesia dan menjualnya di Benua Eropa dengan harga yang sangat tinggi. Padahal, Bangsa Portugis hanya merampas rempah-rempah dari Tanah Maluku. Perkembangan sejarah kemaritiman Indonesia pada masa kolonialisme Portugis adalah karena Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas daripada wilayah daratannya, menyebabkan Indonesia disebut negara maritim. Tidak hanya itu, Negara Indonesia menjadi poros maritim dunia. Selain itu Indonesia juga akan kaya rempah rempah di Pulau Kolonialisme Portugis ke Indonesia awalnya didasari oleh semboyan feitoria, fortaleza, dan igreja yang secara harfiah artinya emas, kejayaan, dan gereja, atau perdagangan, dominasi militer, serta penyebaran agama katolik. Semboyan ini sama ketika bangsa Eropa datang ke Indonesia. Bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa yang pertama kali menjajah bangsa Indonesia. Pada tahun 1511 bangsa Portugis masuk ke Indonesia melalui jalur laut karena Indonesia merupakan negara maritim sebagai poros dunia. Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas daripada wilayah daratannya, menyebabkan Indonesia disebut negara maritim. Tidak hanya itu, Negara Indonesia menjadi poros maritim dunia. Selain itu Indonesia juga akan kaya rempah rempah di Pulau Maluku. Ekspedisi ini di pimpin oleh Albuquerque sang Gubernur Portugis Kedua memimpin ekspedisi ke Malaka dengan membawa 15 Kapal besar dan kecil serta tentara berjumlah 600 orang. Jalur Bangsa Portugis masuk ke Indonesia. Awalnya Bangsa Portugis masuk ke Indonesia melalui jalur laut yang dimulai dari Malaka, lalu ke Aceh, Banten, Jawa, Cirebon, Sunda KelapaSekarang Jakarta, Laut Banda, Flores, Solor dan sampailah ke Maluku. Saat itulah terjadi penjajahan oleh bangsa Portugis, dengan merampas banyak Rempah-rempah dari Indonesia dan menjualnya di Benua Eropa dengan harga yang sangat tinggi. Padahal, Bangsa Portugis hanya merampas rempah-rempah dari Tanah Maluku. Perkembangan sejarah kemaritiman Indonesia pada masa kolonialisme Portugis adalah karena Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas daripada wilayah daratannya, menyebabkan Indonesia disebut negara maritim. Tidak hanya itu, Negara Indonesia menjadi poros maritim dunia. Selain itu Indonesia juga akan kaya rempah rempah di Pulau Maluku.
Memulaikembali pembenahan di bidang kemaritiman, sebagai berikut; a) Masa Orde Lama: Penataan Kembali Maritim, Pembentukan Deklarasi Djuanda yang berisi tentang hukum laut Indonesia dan pentingnya sektor ekonomi maritime, Melakukan nasionalisasi perusahaan maritim Belanda dengan mengubah dan mengelola perusahaannya menjadi milik Indonesia
Jakarta - Salah satu gagasan penting yang lahir dari reformasi politik 1998 adalah perubahan paradigma dalam menjalankan pembangunan nasional. Pembangunan yang pada masa lampau lebih menitikberatkan kepada aspek kontinental daratan, perlahan tapi pasti bergeser ke arah lautan maritim.Perubahan cara berfikir ini dicoba untuk diterjemahkan oleh pemerintah pasca orde baru ke dalam langkah-langkah yang konkret. Untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya maritim, pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Oktober era Presiden Joko Widodo, pengelolaan aspek maritim semakin diperkuat melalui pembentukan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, revitalisasi peran Badan Keamanan Laut Bakamla, dan yang paling monumental adalah pencanangan kebijakan Poros Maritim Dunia pada 2014 yang silam. Tantangan kemaritimanApa yang terjadi pada masa lampau memang cukup ironis dan memprihatinkan. Indonesia secara atributif adalah negara maritim dengan penguasaan wilayah perairan seluas 6,4 juta kilometer persegi. Secara faktual, Indonesia memiliki kurang lebih buah pulau, baik besar maupun kecil. Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat beragam, baik jenis maupun kaya akan minyak bumi dan gas alam, termasuk sumber energi non-konvensional seperti tenaga angin dan panas bumi. Indonesia juga memiliki banyak varian sumber daya perikanan, baik perikanan laut maupun budidaya laut dan pantai. Hanya saja hal tersebut tidak berkorelasi lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Jika menilik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia misalnya, sebagian besar wilayah tersebut masih menjadi sentra kemiskinan, alih-alih sebagai kontributor utama pembangunan telah terjadi perubahan cara pandang, hal penting yang perlu digaris bawahi adalah dampak dari perubahan tersebut tidak bisa serta-merta dirasakan manfaatnya secara optimal. Perubahan masih berada pada tataran cara pandang serta lingkup organisasional-struktural. Perubahan belum berada pada tahap resultansi hasil yang bisa dinikmati oleh banyak pihak, khususnya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang seyogyanya menjadi lumbung kesejahteraan dan benteng terdepan NKRI dalam menghadapi ancaman di bidang kemaritiman. Dengan kata lain, perubahan perspektif tersebut belum menyentuh kendala-kendala riil di bidang kemaritiman yang dihadapi oleh ilustrasi, masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia yang berprofesi sebagai nelayan masih berkutat pada minimnya peralatan seperti perahu dan alat tangkap ikan untuk melaut. Mereka juga terkendala pasokan bahan bakar minyak untuk menjalankan perahu motornya pada saat melaut. Deretan permasalahan akan semakin panjang apabila kita menilik proses di bagian hilir. Masih banyak nelayan yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia tidak memiliki storage atau tempat penyimpanan yang memadai. Jika pun ada, pasokan listrik menjadi ini berdampak pada menurunnya kualitas tangkapan untuk dipasarkan. Persoalan lainnya yang dihadapi oleh penduduk di wilayah tersebut adalah pola pikir yang masih bertumpu pada pemenuhan kebutuhan hidup the way to survive, belum pada tataran upaya yang bersifat kontinyu untuk meningkatkan daya saing individu dan tersebut menjadi pekerjaan rumah jangka panjang yang harus dicarikan solusinya oleh pemerintah daerah setempat. Menjadikan sumber daya kemaritiman semata-mata sebagai mata pencaharian hidup tanpa adanya inovasi untuk mengoptimalkan hasil dan strategi konservasi guna mendukung kelestarian ekosistem, akan menjadikan sumber daya tersebut lama-kelamaan habis dan tidak bisa dinikmati oleh generasi perspektif keamanan, aspek maritim masih menyuguhkan persoalan untuk dipecahkan oleh para pemangku kepentingan. Merujuk data Kementerian KKP, sepanjang 2014- pertengahan 2019, terdapat sedikitnya 582 kapal ikan ilegal yang ditangkap aparat keamanan. Data yang dilansir oleh International Maritime Bureau IMB juga menghadirkan persoalan yang harus segera 2015 hingga kuartal pertama 2019 misalnya, Indonesia menjadi negara dengan kasus pembajakan dan perompakan bersenjata tertinggi di Asia Tenggara dengan total 44 kasus, jauh di atas Filipina dan Malaysia yang juga menghadapi persoalan serupa. Kendala-kendala tersebut tentu saja bukan persoalan sepele. Adanya kapal ikan ilegal di perairan Indonesia misalnya, di satu sisi mengindikasikan terjadinya pelanggaran kedaulatan di wilayah maritim Indonesia, sedangkan di sisi lain juga menggerus mata pencaharian hidup para ikan ilegal yang menggunakan teknologi tinggi, tentu bukan kompetitor yang sepadan bagi nelayan tradisional Indonesia. Maraknya perompakan juga berdampak negatif terhadap rantai pasok kebutuhan logistik komprehensifBeragam kendala dalam pengelolaan wilayah maritim serta keamanan maritim tersebut sudah semestinya disikapi secara cepat dan tepat. Perubahan cara pandang berbasis maritim harus ditopang oleh pemetaan masalah riil yang dihadapi, serta pemilihan strategi teknis yang baiknya kita menilik sejenak pemikiran Alfred Tayer Mahan, pakar geopolitik dan kemaritiman dunia. Dalam bukunya yang berjudul 'The Influence of Sea Power Upon History' 1890, Mahan menyebutkan sedikitnya ada lima hal yang harus dipenuhi bagi suatu negara jika hendak menjadi negara berkapasitas maritim, yakni kedudukan geografis suatu negara, bentuk bangun muka bumi, luas wilayah perairan, jumlah penduduk yang turun ke laut, karakter nasional penduduk, serta karakter pemerintah dan lima hal tersebut, satu hal yang bisa ditarik sebagai kesimpulan, bahwa untuk menjadi negara berkapasitas maritim yang tangguh harus ada sinergi aktif antara masyarakat dan pemerintah dalam mengelola sumber daya maritim yang dimiliki, lengkap dengan dinamika dan segala pada pemikiran tersebut, dalam rangka meneguhkan kembali atribut Indonesia sebagai negara berkapasitas maritim, ada dua strategi jangka panjang yang bisa dijalankan oleh pemerintah. Pertama, pengelolaan sumber daya maritim secara komprehensif dari hulu ke hilir oleh para pemangku kebijakan terkait dengan melibatkan sebesar-besarnya partisipasi masyarakat, baik dalam hal perencanaan, eksekusi, maupun contoh, dalam menyikapi permasalahan klasik yang dihadapi oleh masyarakat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pemerintah pusat maupun daerah dapat mengambil inisiasi dengan menjadikan wilayah tersebut sebagai destinasi pariwisata bahari atau laboratorium hidup untuk studi kemaritiman. Strategi tersebut dapat merubah cara pandang masyarakat dalam mengelola strategi lanjutan tersebut dapat berjalan, hal-hal yang sifatnya primer dan fundamental seperti pengelolaan sumber daya manusia, penguatan bidang pendidikan dan kesehatan, afirmasi penggunaan teknologi, serta pembangunan infrastruktur dasar harus dijalankan secara paralel. Akan sangat sulit menjadikan sebuah wilayah sebagai tujuan wisata apabila tidak ada listrik dan sarana transportasi yang memadai. Keterbatasan dalam hal anggaran bisa ditangani dengan melibatkan swasta nasional melalui skema crowdfunding dana gotong royong.Kedua, penguatan kapasitas pengamanan di bidang maritim. Segala bentuk pembangunan dan pengelolaan sumber daya maritim akan menjadi kurang optimal apabila masih terdapat kebocoran yang diakibatkan oleh aktivitas illegal fishing atau perompakan di wilayah perairan Indonesia. Oleh sebab itu, aspek keamanan maritim menjadi hal yang vital untuk menguatkan aspek keamanan maritim, dibutuhkan penguatan kapasitas pertahanan dengan menempatkan jumlah prajurit TNI dalam jumlah yang cukup untuk mengamankan wilayah perairan Indonesia yang rentan dicaplok negara lain. Tak hanya itu, prajurit yang tangguh perlu didukung oleh infrastruktur pertahanan yang memadai di wilayah perairan, khususnya di pulau-pulau terdepan dan terluar Indonesia seperti ketersediaan pos pemantau, kapal patroli, serta drone untuk pengintaian. Mereka juga harus terus-menerus ditingkatkan modernisasi alat utama sistem persenjataan alutsista dan penguatan industri strategis di bidang maritim dalam menyokong kebutuhan pertahanan merupakan persoalan mendesak yang harus segera dibenahi. Apabila kedua strategi besar tersebut dapat dijalankan, niscaya Indonesia tidak hanya sekedar menjadi negara maritim yang sifatnya taken for granted, tapi juga negara yang berkapasitas maritim maritime power state.Dr. H. Jazilul Fawaid, Wakil Ketua MPR RI ega/ega

Selainitu, Indonesia juga telah melakukan beberapa kerja sama internasional dalam rangka perlindungan dan pelestarian lingkungan laut baik secara global, regional, bilateral dan multilateral. Semua ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai bentuk tanggung jawab Indonesia terhadap kewajiban-kewajiban yang diamanatkan oleh UNCLOS 1982

Liputan6com, Jakarta - Pembangunan destinasi super prioritas Danau Toba, Sumatra Utara terus dilakukan dan ditargetkan selesai tahun ini. Hal itu dikatakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Bertepatan dengan libur Tahun Baru Imlek kemarin, ia memutuskan untuk pergi ke kampung halamannya di Toba Samosir, Sumatra Utara. Kunjungan kali

Harusdiakui memang, perjalanan bangsa ini sejak masa kemerdekaan 1945 hingga paska reformasi ini banyak dipenuhi gejolak dan dinamika kebangsaan yang cukup memprihatinkan. dengan semangat 45 akhirnya indonesia merdeka. beragam seni dan budaya mewarnai negara indonesia, diantaranya gamelan dan batik yang berasal dari daerah jawa. maka dari itu KMQLvE.
  • ak7pta443m.pages.dev/257
  • ak7pta443m.pages.dev/191
  • ak7pta443m.pages.dev/135
  • ak7pta443m.pages.dev/348
  • ak7pta443m.pages.dev/299
  • ak7pta443m.pages.dev/247
  • ak7pta443m.pages.dev/30
  • ak7pta443m.pages.dev/378
  • ak7pta443m.pages.dev/337
  • kemaritiman indonesia mulai dikelola secara internasional sejak zaman