Memulaikembali pembenahan di bidang kemaritiman, sebagai berikut; a) Masa Orde Lama: Penataan Kembali Maritim, Pembentukan Deklarasi Djuanda yang berisi tentang hukum laut Indonesia dan pentingnya sektor ekonomi maritime, Melakukan nasionalisasi perusahaan maritim Belanda dengan mengubah dan mengelola perusahaannya menjadi milik Indonesia
Jakarta - Salah satu gagasan penting yang lahir dari reformasi politik 1998 adalah perubahan paradigma dalam menjalankan pembangunan nasional. Pembangunan yang pada masa lampau lebih menitikberatkan kepada aspek kontinental daratan, perlahan tapi pasti bergeser ke arah lautan maritim.Perubahan cara berfikir ini dicoba untuk diterjemahkan oleh pemerintah pasca orde baru ke dalam langkah-langkah yang konkret. Untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya maritim, pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Oktober era Presiden Joko Widodo, pengelolaan aspek maritim semakin diperkuat melalui pembentukan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, revitalisasi peran Badan Keamanan Laut Bakamla, dan yang paling monumental adalah pencanangan kebijakan Poros Maritim Dunia pada 2014 yang silam. Tantangan kemaritimanApa yang terjadi pada masa lampau memang cukup ironis dan memprihatinkan. Indonesia secara atributif adalah negara maritim dengan penguasaan wilayah perairan seluas 6,4 juta kilometer persegi. Secara faktual, Indonesia memiliki kurang lebih buah pulau, baik besar maupun kecil. Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat beragam, baik jenis maupun kaya akan minyak bumi dan gas alam, termasuk sumber energi non-konvensional seperti tenaga angin dan panas bumi. Indonesia juga memiliki banyak varian sumber daya perikanan, baik perikanan laut maupun budidaya laut dan pantai. Hanya saja hal tersebut tidak berkorelasi lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Jika menilik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia misalnya, sebagian besar wilayah tersebut masih menjadi sentra kemiskinan, alih-alih sebagai kontributor utama pembangunan telah terjadi perubahan cara pandang, hal penting yang perlu digaris bawahi adalah dampak dari perubahan tersebut tidak bisa serta-merta dirasakan manfaatnya secara optimal. Perubahan masih berada pada tataran cara pandang serta lingkup organisasional-struktural. Perubahan belum berada pada tahap resultansi hasil yang bisa dinikmati oleh banyak pihak, khususnya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang seyogyanya menjadi lumbung kesejahteraan dan benteng terdepan NKRI dalam menghadapi ancaman di bidang kemaritiman. Dengan kata lain, perubahan perspektif tersebut belum menyentuh kendala-kendala riil di bidang kemaritiman yang dihadapi oleh ilustrasi, masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia yang berprofesi sebagai nelayan masih berkutat pada minimnya peralatan seperti perahu dan alat tangkap ikan untuk melaut. Mereka juga terkendala pasokan bahan bakar minyak untuk menjalankan perahu motornya pada saat melaut. Deretan permasalahan akan semakin panjang apabila kita menilik proses di bagian hilir. Masih banyak nelayan yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia tidak memiliki storage atau tempat penyimpanan yang memadai. Jika pun ada, pasokan listrik menjadi ini berdampak pada menurunnya kualitas tangkapan untuk dipasarkan. Persoalan lainnya yang dihadapi oleh penduduk di wilayah tersebut adalah pola pikir yang masih bertumpu pada pemenuhan kebutuhan hidup the way to survive, belum pada tataran upaya yang bersifat kontinyu untuk meningkatkan daya saing individu dan tersebut menjadi pekerjaan rumah jangka panjang yang harus dicarikan solusinya oleh pemerintah daerah setempat. Menjadikan sumber daya kemaritiman semata-mata sebagai mata pencaharian hidup tanpa adanya inovasi untuk mengoptimalkan hasil dan strategi konservasi guna mendukung kelestarian ekosistem, akan menjadikan sumber daya tersebut lama-kelamaan habis dan tidak bisa dinikmati oleh generasi perspektif keamanan, aspek maritim masih menyuguhkan persoalan untuk dipecahkan oleh para pemangku kepentingan. Merujuk data Kementerian KKP, sepanjang 2014- pertengahan 2019, terdapat sedikitnya 582 kapal ikan ilegal yang ditangkap aparat keamanan. Data yang dilansir oleh International Maritime Bureau IMB juga menghadirkan persoalan yang harus segera 2015 hingga kuartal pertama 2019 misalnya, Indonesia menjadi negara dengan kasus pembajakan dan perompakan bersenjata tertinggi di Asia Tenggara dengan total 44 kasus, jauh di atas Filipina dan Malaysia yang juga menghadapi persoalan serupa. Kendala-kendala tersebut tentu saja bukan persoalan sepele. Adanya kapal ikan ilegal di perairan Indonesia misalnya, di satu sisi mengindikasikan terjadinya pelanggaran kedaulatan di wilayah maritim Indonesia, sedangkan di sisi lain juga menggerus mata pencaharian hidup para ikan ilegal yang menggunakan teknologi tinggi, tentu bukan kompetitor yang sepadan bagi nelayan tradisional Indonesia. Maraknya perompakan juga berdampak negatif terhadap rantai pasok kebutuhan logistik komprehensifBeragam kendala dalam pengelolaan wilayah maritim serta keamanan maritim tersebut sudah semestinya disikapi secara cepat dan tepat. Perubahan cara pandang berbasis maritim harus ditopang oleh pemetaan masalah riil yang dihadapi, serta pemilihan strategi teknis yang baiknya kita menilik sejenak pemikiran Alfred Tayer Mahan, pakar geopolitik dan kemaritiman dunia. Dalam bukunya yang berjudul 'The Influence of Sea Power Upon History' 1890, Mahan menyebutkan sedikitnya ada lima hal yang harus dipenuhi bagi suatu negara jika hendak menjadi negara berkapasitas maritim, yakni kedudukan geografis suatu negara, bentuk bangun muka bumi, luas wilayah perairan, jumlah penduduk yang turun ke laut, karakter nasional penduduk, serta karakter pemerintah dan lima hal tersebut, satu hal yang bisa ditarik sebagai kesimpulan, bahwa untuk menjadi negara berkapasitas maritim yang tangguh harus ada sinergi aktif antara masyarakat dan pemerintah dalam mengelola sumber daya maritim yang dimiliki, lengkap dengan dinamika dan segala pada pemikiran tersebut, dalam rangka meneguhkan kembali atribut Indonesia sebagai negara berkapasitas maritim, ada dua strategi jangka panjang yang bisa dijalankan oleh pemerintah. Pertama, pengelolaan sumber daya maritim secara komprehensif dari hulu ke hilir oleh para pemangku kebijakan terkait dengan melibatkan sebesar-besarnya partisipasi masyarakat, baik dalam hal perencanaan, eksekusi, maupun contoh, dalam menyikapi permasalahan klasik yang dihadapi oleh masyarakat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pemerintah pusat maupun daerah dapat mengambil inisiasi dengan menjadikan wilayah tersebut sebagai destinasi pariwisata bahari atau laboratorium hidup untuk studi kemaritiman. Strategi tersebut dapat merubah cara pandang masyarakat dalam mengelola strategi lanjutan tersebut dapat berjalan, hal-hal yang sifatnya primer dan fundamental seperti pengelolaan sumber daya manusia, penguatan bidang pendidikan dan kesehatan, afirmasi penggunaan teknologi, serta pembangunan infrastruktur dasar harus dijalankan secara paralel. Akan sangat sulit menjadikan sebuah wilayah sebagai tujuan wisata apabila tidak ada listrik dan sarana transportasi yang memadai. Keterbatasan dalam hal anggaran bisa ditangani dengan melibatkan swasta nasional melalui skema crowdfunding dana gotong royong.Kedua, penguatan kapasitas pengamanan di bidang maritim. Segala bentuk pembangunan dan pengelolaan sumber daya maritim akan menjadi kurang optimal apabila masih terdapat kebocoran yang diakibatkan oleh aktivitas illegal fishing atau perompakan di wilayah perairan Indonesia. Oleh sebab itu, aspek keamanan maritim menjadi hal yang vital untuk menguatkan aspek keamanan maritim, dibutuhkan penguatan kapasitas pertahanan dengan menempatkan jumlah prajurit TNI dalam jumlah yang cukup untuk mengamankan wilayah perairan Indonesia yang rentan dicaplok negara lain. Tak hanya itu, prajurit yang tangguh perlu didukung oleh infrastruktur pertahanan yang memadai di wilayah perairan, khususnya di pulau-pulau terdepan dan terluar Indonesia seperti ketersediaan pos pemantau, kapal patroli, serta drone untuk pengintaian. Mereka juga harus terus-menerus ditingkatkan modernisasi alat utama sistem persenjataan alutsista dan penguatan industri strategis di bidang maritim dalam menyokong kebutuhan pertahanan merupakan persoalan mendesak yang harus segera dibenahi. Apabila kedua strategi besar tersebut dapat dijalankan, niscaya Indonesia tidak hanya sekedar menjadi negara maritim yang sifatnya taken for granted, tapi juga negara yang berkapasitas maritim maritime power state.Dr. H. Jazilul Fawaid, Wakil Ketua MPR RI ega/ega
Selainitu, Indonesia juga telah melakukan beberapa kerja sama internasional dalam rangka perlindungan dan pelestarian lingkungan laut baik secara global, regional, bilateral dan multilateral. Semua ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai bentuk tanggung jawab Indonesia terhadap kewajiban-kewajiban yang diamanatkan oleh UNCLOS 1982
Liputan6com, Jakarta - Pembangunan destinasi super prioritas Danau Toba, Sumatra Utara terus dilakukan dan ditargetkan selesai tahun ini. Hal itu dikatakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Bertepatan dengan libur Tahun Baru Imlek kemarin, ia memutuskan untuk pergi ke kampung halamannya di Toba Samosir, Sumatra Utara. Kunjungan kali
Harusdiakui memang, perjalanan bangsa ini sejak masa kemerdekaan 1945 hingga paska reformasi ini banyak dipenuhi gejolak dan dinamika kebangsaan yang cukup memprihatinkan. dengan semangat 45 akhirnya indonesia merdeka. beragam seni dan budaya mewarnai negara indonesia, diantaranya gamelan dan batik yang berasal dari daerah jawa. maka dari itu KMQLvE.